Posted by : Zulfikar Alfayed
Selasa, 09 Juli 2013
Sepertinya, Juventus akan begitu mudah mengakhiri polemik logo tiga bintang musim depan.
Seorang teman melempar statemen singkat,”Jangan pernah mengharap pemain seperti Neymar akan bermain di Serie A saat ini.” Dalam diskusi singkat tersebut, teman yang tak mau saya kutip namanya membeberkan beberapa alasan mengapa Serie A begitu miskin daya beli. Jangankan mengharap kedatangan Neymar, jika ada tawaran menarik, Edinson Cavani atau Stevan Jovetic mungkin hanya tinggal menghitung hari untuk segera merasakan atmosfer gemerlap liga top Eropa lainnya.
Apa alasan bagi pemain-pemain bintang liga top Eropa lainnya untuk rela berlaga di kompetisi yang sepi penonton di stadion dan beberapa tahun terakhir hanya menjadi bulan-bulanan di Eropa?
Silakan cek hingga artikel ini dirilis. Bisa jadi, nama Carlos Tevez dan Fernando Llorente, dua pemain anyar Juventus asal Premier League dan La Liga yang berlabel bintang. Selainnya? Inter –klub Italia terakhir yang jumawa di Eropa– cukup puas dengan rekrutan Walter Mazzarri serta Mauro Icardi, jika nama terakhir cukup penting untuk diperbincangkan.
Bagaimana dengan AC Milan, klub Italia paling sukses di Eropa? Sementara masih adem ayem seperti kebiasaan kubu Adriano Galliani yang biasa heboh di detik-detik terakhir jelang penutupan jendela transfer. Hanya mempermanenkan status Cristian Zapata dengan rekrutan kompatriotnya asal Kolombia, Jherson Vergara. Nama terakhir malah mungkin begitu asing di telinga pecinta Serie A. Pecinta Milan bisa saja mengharap kasus-kasus pemain bintang bermasalah kembali terulang yang kemudian bergabung dengan Rossoneri seperti kala mereka sukses menghadirkan Filippo Inzaghi, Robinho, Zlatan Ibrahimovic hingga Mario Balotelli.
Ditambah Financial Fair Play yang digembar-gemborkan UEFA terbukti sudah membunuh Malaga dari Eropa. Strategi pengencangan ikat pinggang memang makin memberikan alasan logis bagi klub-klub Serie A untuk berhemat. Sementara pemasukan dari penjualan tiket partai home jauh panggang dari api. Lagi-lagi, di sektor ini, Juventus kembali jauh meninggalkan para pesaingnya. Dengan stadion milik pribadi, bukanngontrak, begitu mudah Bianconeri menggenjot pemasukan. Tak perlu kami jelaskan lagi bagaimana neraca laporan keuangan Sang Kekasih Italia terus menunjukkan angka positif bukan?
Tren di pasar jual-beli pemain biasanya dipengaruhi faktor gengsi tampil di panggung elit Champions League. Banyak pemain bintang menempatkan faktor ini di list paling atas selain besaran gaji dan kemungkinan mengangkat trofi, tentu saja. Patut diingat, di musim jelang even akbar Piala Dunia, tak ada pemain bintang yang rela hanya menjadi pemanas di bangku cadangan. Siapapun ingin tampil menawan sepanjang musim dan dilirik para juru taktik timnas masing-masing untuk ikut menyanyikan lagu kebangsaan kala berlaga di Brasil tahun depan.
Jika seperti ini, hanya Juventus, Napoli serta AC Milan saja kemungkinan menjadi destinasi bagi pengekor Tevez dan Llorente. Ketiganya masih menjadi magnet karena berlaga di UCL. Jika Cavani akhirnya resmi keluar dari San Paolo dan Aurelio De Laurentiis tak mendapat pengganti sepadang untuk menyempurnakan formasi menyerang Rafael BenÃtez serta Silvio Berlusconi-Adriano Galliani masih tak seambisius Juventus, hasil akhir Serie A musim 2013/2014 mungkin sudah bisa kita tebak jauh-jauh hari sebelum kick off 24 Agustus bulan depan.
Selalu ada keuntungan dari sepinya pemain bintang di Serie A. Pemain muda Italia lebih banyak mendapatkan jam terbang, yang berimbas ke sumber daya bagi timnas. Jangan kaget jika Inggris akan kesulitan mencari regenerasi bagi Wayne Rooney cs. Di ajang Piala Eropa usia di bawah 21 tahun yang baru saja berlalu di Israel, Inggris pulang dengan catatan memalukan. Hanya mampu mencetak sebiji gol, itupun dari titik penalti, Wilfried Zaha cs. selalu kalah dengan catatan kebobolan lima gol dan menempati posisi buncit di fase penyisihan grup.
“Apalagi dengan konsep transfer Juve yang ngumpulin begitu banyak pemain timnas Italia, makin jelas bukan?” begitu teman saya yang bukan seorang Juventini menutup perbincangan.