Posted by : Zulfikar Alfayed Senin, 06 Mei 2013


Apa jadinya Liverpool tanpa Luis Suarez? Lebih baik ataukah lebih buruk?
Pekan lalu, Liverpool mulai membiasakan diri tampil tanpa Luis Suarez yang harus menjalani larangan bertanding sebanyak sepuluh pertandingan karena menggigit lengan Branislav Ivanovic. Jumlah larangan pertandingan yang sebenarnya berat diterima oleh The Reds mengingat Suarez musim ini adalah tumpuan utama mereka dalam hal mencetak gol.
Luis Suarez sejauh ini telah mencetak 23 gol di Premier League, 34,33% dari gol yang dicetak oleh Liverpool. Dengan tambahan lima assist, tergambar benar bagaimana pentingnya Suarez bagi Liverpool. Suarez juga merupakan penampil terbanyak ketiga di Liverpool dengan catatan 33 pertandingan setelah Steven Gerrard (35) dan Daniel Agger (34). Ini artinya, selain karena larangan sepuluh pertandingan yang dijauhkan oleh FA, Suarez hanya mangkir di satu pertandingan saja.
Banyak pihak yang memprediksi bahwa Liverpool akan kesulitan bersaing tanpa juru gedor utama mereka. Nyatanya, yang terjadi tidaklah seperti itu. Di pertandingan pertama tanpa Suarez karena larangan bertanding, Liverpool membantai Newcastle United enam gol tanpa balas di St James Park. Sebagai catatan, saat bermain di Anfield dengan Suarez saja Liverpool hanya mampu bermain imbang 1-1 dengan Newcastle. Tentu saja hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah Liverpool lebih baik bermain tanpa Suarez?
Pertanyaan yang sejujurnya sulit untuk dijawab karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Namun ada satu hal yang dapat menjadi titik terang: jumlah pertandingan yang dilakoni Suarez. Jumlah 33 pertandingan adalah bukti nyata bahwa Liverpool memang bergantung kepada Luis Suarez. Ketergantungan kepada penyerang jelas berbeda dibandingkan dengan ketergantungan kepada defender dan penjaga gawang. Bisa dikatakan, sebuah tim melihat bahwa mereka merasa tak memiliki opsi mencetak gol jika mereka sudah bergantung kepada satu pemain saja. Kasarnya, tak ada pemain lain di Liverpool yang mampu mencetak gol seperti Suarez.

Kasus ini sama serupa dengan apa yang dialami oleh Arsenal beberapa tahun lalu. Henry adalah raja. Henry adalah dewa. Henry adalah tumpuan utama. Seolah, para pemain Arsenal hanya tahu satu hal jika mereka menguasai bola di wilayah pertahanan lawan: sampaikan bola ini kepada Henry. Sesuatu yang diakui oleh Francesc Fabregas yang berkata bahwa ia seolah merasakan tekanan untuk mengoper bola kepada Henry setiap kali ia menguasai bola. Padahal Henry sendiri tak pernah meminta pemain lain seperti itu.
Satu yang berbeda dari Suarez dan Henry adalah posisi bermain. Jika Henry adalah penyerang murni, Suarez bisa ditempatkan di banyak posisi. Tercatat Suarez di musim ini pernah diplot sebagai penyerang lubang, penyerang sayap kiri, dan gelandang sayap kiri. Walaupun, tentu saja, posisi penyerang tengah adalah posisi yang paling sering ia tempati.
Kembali ke Thierry Henry, kala ia akhirnya hijrah ke Barcelona, Arsenal yang sempat dinilai akan hancur dan kesulitan nyatanya malah bermain lepas. Gaya bermain yang ditunjukkan oleh pasukan Arsene Wenger terlihat lebih mengalir dan alami, tidak kaku seperti kala masih ada Henry. Seolah, semua pemain memiliki kembali kepercayaan diri dan kemauan berimproviasi mereka sepeninggal Henry. Inilah yang ditunjukkan oleh Liverpool di kandang Newcastle di pekan lalu, terlepas dari pertahanan Newcastle yang memang berantakan di pertandingan itu.
Empat pemain termasuk Daniel Agger yang berposisi sebagai pemain belakang dan Fabio Borini yang masuk dari bangku cadangan mencatatkan nama mereka di papan skor. Dua pemain; Daniel Sturridge dan Jordan Henderson masing-masing mencetak dua gol. Henderson malah mencetak satu diantaranya dari tendangan bebas. Sesuatu yang mungkin tak akan ia dapatkan ketika Suarez bermain.
Empat pemain terdepan; Sturridge, Coutinho, Downing, dan Henderson terlihat bermain lepas dan kompak satu sama lain. Mereka bertukar umpan seperti satu kesatuan yang benar-benar sudah saling memahami. Tak ada satupun dari mereka yang mendapat rating buruk di pertandingan ini. Penilaian terburuk jatuh kepada Coutinho dan itupun mencapai angka 8,7. Downing meraih nilai 9,2 dan Sturridge meraih nilai 9,8. Henderson malah mendekati kesempurnaa dengan nilai 9,9 dan terpilih menjadi Man of the Match.
Selain Coutinho yang memang hanya menyentuh angka 72 dalam persentase keberhasilan umpan, tiga pemain lainnya mencatatkan akurasi umpan yang sangat baik. Downing menyentuh angka 88, Sturridge 87, dan Henderson 95. Keempat pemain itupun nyata terlihat usaha saling membantunya dari jumlah tembakan tepat sasaran dan key pass yang dilakukan.
Selain Downing yang memang tak melepaskan tembakan tepat sasaran, semua dari empat pemain terdepan mengambil kesempatan yang mereka miliki untuk menguji Robert Elliot. Coutinho melakukannya satu kali, Henderson dua kali, dan Sturridge tiga kali. Namun patut dicatat bahwa Downing adalah pemain yang paling sering melepaskan key pass dengan catatan lima kali. Coutinho dan Sturridge melakukannya sebanyak dua kali sementara Henderson hanya satu kali.
Tergambar sudah bagaimana Liverpool tanpa Suarez: Sama rata, saling membantu, saling menyokong, dan saling menguatkan. Bukan berarti bahwa dengan Suarez Liverpool tak seperti itu, namun fakta berbicara bahwa dengan Suarez, jumlah gol terbanyak yang mampu disarangkan oleh Liverpool ke gawang lawan adalah lima dan sempat tiga diantaranya dicetak oleh Suarez.
Ketergantungan? Anda tentukan sendiri.

Source: http://www.supersoccer.co.id/liga-inggris/liverpool-tanpa-suarez/

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 The Gunners -Sao v2- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -